Jumat, 16 Desember 2016

MAKALAH AGREGAT




Depresi Besar (Great Depression) menyebabkan banyak ekonom mempertanyakan keabsahan teori ekonomi klasik. Mereka percaya mereka perlu model baru untuk menjelaskan kemerosotan ekonomi yang dahsyat itu dan untuk menyarankan kebijakan pemerintah  yang bisa mengurangi kesulitan ekonomi yang masyarakat alami.
Pada 1936, John Maynard Keynes menulis The General Theory of Employment, Interest and Money. Di dalamnya, ia mengusulkan cara baru untuk menganalisis perekonomian, yang ia hadirkan sebagai alternatif dari teori klasik.
Keynes menyatakan permintaan agregat rendah bertanggung jawab atas rendahnya pendapatan dan tingginya pengangguran yang mencirikan kemerosotan ekonomi. Ia mengkritik teori bahwa hanya penawaran agregat yang menentukan pendapatan nasional.
Model Keynes” diartikan berbeda-beda oleh banyak orang. Hal yang berguna untuk memikirkan modelKeynes buku teks dasar sebagai perincian dan perluasan dari “teori klasik”. Perputaran uang variabel dan harga “kaku”-nya mencerminkan kepercayaan Keynes bahwa kelemahan model klasik berasal dari asumsi terlalu-ketat nya tentang perputaran konstan serta upah dan harga yang sangat fleksibel.  
Apabila permintaan agregat lebih kecil daripada penawaran agregat, maka situasi kelebihan produksi terjadi. Pada periode berikutnya output akan turun atau harga akan turun, atau keduanya terjadi bersama-sama. Pertanyaannya adalah bagaimana mekanisme permintaan agregat dalam menentukan output atau income tersebut?
Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan model-model permintaan agregat serta memberikan solusi grafik dan membahas perubahan dalam investasi dalam kegiatan ekonomi. 

Permintaan agregat adalah seluruh permintaan terhadap barang dan jasa yang terjadi dalam suatu perekonomian, baik dari dalam maupun dari luar negri.
Dalam menganalisis permintaan agregat, dua ekonom terkenal yaitu Keynes dan Pigou mempunyai pendapat yang berbeda.
Menurut Keynes, apabila terjadi perubahan harga, maka jumlah yang beredar riil (Ms/P) akan berubah, akibatnya terjadi perubahan pada tingkat bunga (i). Selanjutnya perubahan tingkat bunga tersebut akan mempengaruhi investasi (I) yang pada akhirnya akan mempengaruhi pendapat nasional.
Sedangkan menurut Pigou, apabila terjadi perubahan harga dalam perekonomian masyarakat akan merasa saldo kas rill (real cash balance) meraka berubah, yang yang selanjutnya akan mempengruhi konsumsimasyarakat tersebut. Perubahan konsumsi akan mengakibatkan perubahan pada pendapatan nasional.
Jadi pada intinya, perbedaan pendapat kedua ekonom tersebut terletak pada perubahan variabel-variabel ekonomi akibat adanya perubahan harga. Keynes menitik beratkan pada perubahan tingkat bunga, sedangkan Pigou menitik beratkan perubahan konsumsi ketika terjadi perubahan harga.
Model Keynes menunjukan apa yang menyebabkan kurva permintaan agregat bergeser. Dalam jangka pendek, ketika tingkat harga tetap, pergeseran kurva permintaan agregat mengarah pada perubahan pendapatan nasional,Y. Model permintaan agregat yang dikembangkan di makalah ini disebut IS-LM merupakan interpretasi utama dari kerja Keynes. Model IS-LM mengambil tingkat harga yang ada dan menunjukan apa yang menyebabkan pendapatan berubah. Ini menunjukan apa yang menyebabkan AD bergeser.


Description: C:\Users\Public\Pictures\Untitled.jpg
 




Pasar barang dan kurva IS (singkatan dari investasi dan saving/tabungan) memplot hubungan antara tingkat bunga dan tingkat pendapatan yang muncul di pasar dan jasa.
Pasar uang dan Kurva LM (singkatan dari likuiditas dan money/uang) memplot hubungan antara tingkat bunga dan tingkat pendapatan yang muncul di pasar uang.
Karena tingkat bunga mempengaruhi baik investasi dan permintaan uang, ia adalah variabel yang menghubungkan dua bagian model IS-LM. Model menunjukan bagaimana interaksi antara pasar-pasar ini menentukan posisi dan kemiringan kurva permintaan agregat, dan karenanya, tingkat pendapatan nasional dalam jangka pendek. Dalam General Theory of Money, Interest and Employment (1936), Keynes menyatakan pendapatan total perekonomian, dalam jangka pendek, ditentukan sebagaian besar oleh keinginan belanja rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah. Semakin orang ingin belanja,  semakin banyak barang dan jasa yang perusahaan dapat jual. Semakin banyak yang perusahaan jual, semakin banyak output yang mereka akan pilih untuk diproduksi dan semakin banyak yang mereka akan pilih untuk dipekerjakan. Jadi, masalah selama resesi dan depresi,menurut Keynes, adalah belanja yang tidak cukup. Perpotongan Keynes adalah usaha untuk memodelkan wawasan ini.
Perpotongan Keynes menunjukkan bagaimana pendapatan Y ditentukan untuk tingkat tertentu investasi terencana I dan kebijakan fiskal G dan T. Kita dapat menggunakan model ini untuk menunjukkan bagaimana pen-dapatan berubah ketika salah satu variabel eksogen berubah. Pengeluaran aktual (actual expenditure) adalah jumlah yang rumah tangga, perusahaan dan pemerintah belanjakan untuk barang dan jasa (GDP). Pengeluaran yang direncanakan (planned expenditure) adalah jumlah yang rumah tangga, perusahaan dan pemerintah ingin belanjakan untuk barang dan jasa. Perekonomian ada di ekuilibrium bila : Pengeluaran aktual = Penge-luaran yang direncanakan atau Y = E


Description: C:\Users\Public\Pictures\e.jpg
 








Investasi adalah pengeluaran oleh swasta untuk pembelian barang-barang dan jasa yang akan dipakai dalam proses produksi atau dengan kata lain sama dengan permintaan oleh swasta terhadap barang dan jasa (input) yang diperlukan untuk investasi produktif. Faktor yang menentukan pengeluaran investasi berbeda dengan konsumsi.Perbedaanya terletak dalam hal tujuan membeli barang, yaitu untuk invesatasi dengan harapan untuk mendapatkan keuntungan sedangkan konsumsi dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok. Perbedaan lain adalah sumber pembiayaan untuk investasi dapat berasal dari berbagai sumber pembiayaan dan keuangan dimana jumlahnya tidak tergantung dari kondisi keuangan sekarang tetapi pada harapan kondisi keuangan dimasa mendatang. Pembiayaan konsumsi rumah tangga berasal berasal dari pendapatan sekarang.Jadi pengeluaran investasi jumlahnya bisa jauh melebihi jumlah pendapatan sekarang, jadi tidak tergantung dengan income.Apa yang menentukan besarnya investasi dalam masyarakat?
Faktor yang menentukan pengeluaran investasi ada dua yaitu harapan keuntungan (expectation of future profit) yang akan diperoleh dimasa mendatang dan biaya dari uang yang harus ditanggung akibat pengeluaran uang tersebut. Harapan keuntungan tersebut biasanya dinyatakan dalam persentase keuntungan per satuan waktu dan biaya penggunaan dana dinyatakan dalam persentase atau disebut tingkat bunga. Sebuah investasi akan dilakukan apabila harapan keuntungan lebih besar dari biaya penggunaan dana atau tingkat bunga (interest rate). Semakin besar selisih kedua faktor ini maka semakin besar pula investasi yang akan dilakukan. Tingkat keuntungan yang diharapkan tersebut disebut dengan Marginal Efficiency of Capital (MEC). Semakin besar selisih antara MEC dengan tingakat bunga yang berlaku maka akan semakin besar pula volume investasi yang akan dilakukan. Secara grafik dapat dilihat seperti pada Gambar 5.2.Grafik MEC adalah negatif, berbanding terbalik dengan tingkat bunga yang berlaku.Semakin rendah bunga yang berlaku maka semakin besar pula harapan keuntungan sehingga investasi juga semakin besar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi investasi tersebut dapat juga dinyatakan secara matematis sebagai berikut:
I = K – bi b > 0 (5.8)
 Gambar 5.2
Gambar 5.2.Marginal Efficiensy of Capital atau harapan keuntungan dari investasi yang dikeluarkan, dapat dinyatakan dengan hubungan investasi kumulatif dengan tingkat bunga yang berlaku.Semakin rendah bunga yang berlaku berarti semakin tinggi harapan untuk meraih keuntungan dimasa mendatang sehingga investasi semakin naik.
K adalah investasi yang otonom atau exogenous, i adalah tingkat bunga dan b adalah koefisien yang menunjukkan seberapa sensitive investasi tersebut terhadap perubahan tingkat bunga.Sesuai dengan grafik 5.2 diatas maka koefisien b adalah bertanda negatif yang berarti semakin rendah tingkat bunga maka semakin tinggi pengeluaran investasi karena semakin banyak proyek investasi yang layak untuk dilaksanakan.
Selain dari faktor bunga, dalam kenyataan sehari-hari investasi bukan hanya ditentukan oleh bunga tetapi dipengaruhi oleh banyak faktor ekonomi yang lain dan bahkan juga dipengaruhi oleh faktor sosial dan politik. Misalnya keamanan, kestabilan politik, kepastian hukum di suatu Negara berpengaruh sangat besar terhadap masuknya investor dari luar negeri.
Setelah diketahui faktor yang mempengaruhi komponen aggregate demand maka pertanyaan selanjutnya adalah bagaiman mekanisme komponen AD tersebut mempengaruhi output atau pendapatan.Hal ini dapat dijelaskan melalui konsep multiplier. Sebelum diterangkan lebih lanjut maka ada beberapa asumsi yang harus dibuat, yaitu,
Pertama, pengeluaran pemerintah (G) adalah exogenous, artinya besarnya tidak ditentukan didalam sistem atau ditentukan oleh faktor-faktor tertentu yang tidak dapat diprediksi.Faktor yang menentukan besarnya anggaran pemerintah lebih banyak ditentukan oleh kemauan politik pemerintah, bukan variable ekonomi.
Kedua, pengeluaran investasi juga diasumsikan exogenous, hal ini semat-mata untuk memudahkan dalam analisis.Sebetulnya investasi, seperti diuraikan diatas, ditentukan oleh tingkat bunga (i), tetapi dalam uraian berikut ini sementara dainggap exogenous.
Ketiga, analisis dilakukan dalam ekonomi tertutup, artinya tidak ada export dan import dalam pengeluaran agregat (AD).Ketiga asumsi ini tidak mengurangi atau merubah validitas analisis yang dilakukan. Bila ketiga asumsi ini dimasukkan dalam analisis maka hasilnya akan tetap sama.
Sekarang kita mulai analisis dengan sebuah contoh berikut.Misalnya, bila pengeluaran aggregate dinaikan sebesar D maka berapa besar dampaknya terhadap output? Bila ada tambahan pengeluaran aggregate atau permintaan agregat sebesar D maka akan terjadi tambahan produksi sebesar D dan kenaikan output atau income sebesar D juga. Selanjutnya pengeluaran sebesar D tadi akan menjadi pendapatan bagi penjual yang menerima pengeluaran D. Oleh penjual ini uang sebesar D akan dibelanjakan lagi untuk memenuhi kebutuhannya tetapi tidak sebesar D. Besarnya pengeluaran pada putaran kedua ini adalah z∆ D yaitu sesuai dengan kecenderungan berbelanja mereka atau Marginal Propencity to Consume (MPC). Tambahan income yang tercipta adalah sebesar ∆D + z∆D atau (1+z) ∆D. Demikianlah seterusnya akan terjadi pelipatan dampak secara berantai melalui putaran pengeluaran antara konsumen dan penjual atau produsen. Dampak akhir dari tambahan pengeluaran sebesar ∆D adalah sebesar 1/(1-z) kali ∆D yang merupakan penjumlahan dari semua tambahan income pada setiap putaran (Tabel 5.1).
Tambahan pengeluaran ∆ D dapat berupa konsumsi, investasi atau pengeluaran pemerintah dan dampak akhirnya hampir sama bila pengeluaran tersebut diasumsikan sebagai pengeluaran independent, atau disebut dengan pengeluaran autonomous, artinya tidak tergantung dengan faktor lain.
Dari uraian diatas dapat ditulis bahwa total tambahan income adalah sebagai berikut:
∆ AD = = ∆ Y0 (5.8)
Dimana = α = multiplier. Atau dapat juga ditulis :
Bila pengeluaran naik sebesar 100 juta dan MPC adalah 0.8, berapa tambahan pendapatan akibat tambahan pengeluaran tersebut? Dengan memasukkan angka diatas maka didapat tambahan pendapatan ∆Y = 1/(1-0,8) kali 100 = 500 juta. Berarti multipliernya adalah sebesar 5 kali lipat. Multiplier didefinisikan sebagai besarnya kelipatan perubahan output akibat perubahan satu unit pengeluaran (C, I, G).
Formula multiplier ini dapat diturunkan dengan cara lain. Besarnya setiap perubahan output yang terjadi harus sama dengan besarnya perubahan aggregate demand sehingga,
∆ Y0 = ∆ AD. (5.9)
Tambahan pengeluaran (∆AD) sama dengan tambahan pengeluaran putaran pertama ∆D ditambah dengan pengeluaran yang disebabkan oleh pelipatan (multiplier), c∆Y0 sehingga
∆ AD = ∆ D + c∆Y0 (5.10)
Gabungan persamaan (5.9) dengan (5.10) didapatkan persamaan,
∆ Y0 = ∆ D + c∆Y0
c∆ Y0 = (5.11)
Atau multiplier dapat juga diturunkan dari persamaan konsumsi dan agregat demand seperti dibawah ini.
Y = AD = C + I + G
Substitusikan fungsi konsumsi kedalam persamaan diatas.
Y = a + I + G + cY (5.12)
Kumpulkan faktor Y dan autonomous spending sehingga:
Y – cY = D
Y = D
Proses dari pelipatan income atau multiplier ini dapat digambarkan secara grafis pada Gambar 5.3.
Pada awalnya titik keseimbangan adalah pada titik E0 dengan pendapatan OY0 dan pengeluaran agregat OAD0. Kemudian sektor bisnis melihat ada prospek untuk meraih keuntungan dimasa yang akan datang sehingga mereka menambah investasi sebesar ∆D (dapat berupa ∆I). Misalkan tambahan investasi ini meningkatkan AD pada putaran pertama sebesar AE0. Penambahan AD ini langsung menjadi tambahan pendapatan bagi penjual barang input yang dibeli oleh investor, yaitu sebesar AB dan selanjutnya direspon oleh produsen dengan manaikan output dengan jumlah yang sama. Pada putaran kedua tambahan output atau pendapatan kembali dibelanjakan sesuai dengan MPC yaitu sebesar cAB = BC. Pengeluaran tambahan AD ini kembali menaikan pendapatan dan direspon oleh produsen dengan menaikan output sehingga akhirnya proses ini berhenti pada titik E1 dengan tingkat pengeluaran yang lebih tinggi dari semula yaitu, yaitu AD0 AD1.dan pendapatan juga lebih tinggi yaitu sebesar 1/(1-c) kali lipat dari ∆D atau Y0Y1.
Secara geometric MPC adalah slope atau kemiringan dari kurva kosumsi. Karena kurva Consumsi menurut persamaan (5.4) adalah C = a + cY, maka MPC adalah koefisien c, yaitu sama dengan = .


Gambar 5.4.Penurunan Multiplier secara garfik. Pada titik keseimbangan E0, Y0 = AD0 = cY + D. Ketika terjadi penambahan pengeluaran ∆D (dapat berupa I atau G) maka titik keseimbangan berubah. Mula-mula tambahan permintaan menjadi E0A, tambahan permintaan ini merupakan tambahan income sebesar AB bagi penjual (E0A=AB). Melalui proses multiplier tambahan income ini mendorong permintaan lanjutan (BC) yang kemudian kembali direspon oleh produsen dengan menaikan output. Demikian seterusnya sampai proses ini berhenti pada titik keseimbangan baru E1 sehingga tambahan AD atau output menjadi 1/(1-c) kali ∆D yang tidak lain adalah sama dengan Y0Y1= AD0 AD1.
Dari uraian diatasa ternyata besaran multiplier tergantung dengan besaran MPC atau koefisien c, yaitu proporsi dari income yang dibelanjakan oleh konsumen untuk keperluan konsumsi.Semakin besar proporsi income yang dibelanjakan maka semakin besar pula multiplier dan semakin besar pula dampaknya terhadap kenaikan income atau output. Tetapi harus diingat bahwa proses ini hanya bisa berlangsung dalam waktu pendek. Dalam jangka panjang hal ini tidak bisa berlanjut karena income tidak bisa ditopang oleh konsumsi yang tinggi saja karena konsumsi juga teragantung dari income, sedangkan income / output juga ditentukan oleh faktor ril seperti investasi disamping konsumsi, pengeluaran pemerintah dan net export.
Secara empiris hal tersebut diatas adalah benar bahwa konsumsi dalam jangka pendek bisa mendorong pertumbuhan ekonomi karena ekonomi belum mencapai full employement.Misalnya masih banyak pabrik yang belum bekerja penuh, tenaga kerja banyak yang menganggur, dan seterusnya sehingga output masih bisa didorong tumbuh tanpa investasi baru.Tetapi untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang, artinya setelah ekonomi mencapai full employement, maka diperlukan investasi baru untuk berlanjutnya pertumbuhan ekonomi.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan dalam sistem standar kertas, tidak ada proses otomatis yang menstabilkan tingkat harga. Disini kaum klasik melihat satu-satunya peranan makro pemerintah, yaitu mengendalikan jumlah uang beredar sesuai dengan kebutuhan transaksi masyarakat.
Di dalam sistem standar emas, ada mekanisme otomatis yang menjamin kestabilan harga. Disini peranan pemerintah tidak dianggap perlu, sebab jumlah uang (emas) yang beredar akan otomatis menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat.
Di Pasar Luar Negeri, mekanisme otomatis menjamin keseimbangan neraca perdagangan melalui:
Ø  Mekanisme Hume, dalam sistem standar emas, atau
Ø  Mekanisme kurs devisa mengambang, dalam sistem standar kertas.
Ø  Campur tangan pemerintah tidak diperlukan.
Menurut Keynes, situasi makro suatu perekonomian ditentukan oleh apa yang terjadi dengan permintaan agregat masyarakat apabila permintaan agregat melebihi penawaran agregat (atau output yang dihasilkan) dalam periode tersebut, maka akan terjadi situasi “kekurangan produksi”. Pada periode berikutnya output akan naik atau harga akan naik, atau keduanya terjadi bersama-sama.
Apabila permintaan agregat lebih kecil daripada penawaran agregat, maka situasi “kelebihan produksi” terjadi. Pada periode berikutnya output akan turun atau harga akan turun, atau keduanya terjadi bersama-sama.
B.     Saran
Demikianlah makalah yang telah kami susun, semoga dapat bermanfaat dan bisa dijadikan salah satu rujukan bagi teman-teman yang sedang bergelut dalam membahas tentang ekonomi makro. Saya mengharap saran sahabat mahasiswa / I untuk menjadi bahan intropeksi diri supaya saya bersemangat untuk terus belajar dan terus belajaar.


·         Karim, Andriawan. Ekonomi Makro Islam. Jakarta, 2007, edisi ketiga
·         Khan, Fahim. Essays in islamic economics, Leicester : Islamic Fundation, 1995
  • http://id.wikipedia.org
  • https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=10&ved=0CGsQFjAJ&url=https%3A%2F%2Fabing1991.files.wordpress.com%2F2011%2F05%2Fpermintaan-agregat.docx&ei=y2rQVJyVOIz38QWq_IDwCQ&usg=AFQjCNG8sq9kL1PtfRuemIzOnEKp6Lb3Ug&bvm=bv.85076809,d.dGc&cad=rja






Jumat, 09 Desember 2016

Rapat Tahunan Komisariat (RTK) PK. PMII ATTANWIR ke-IV


Selasa, 29 November 2016

makalah Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat



BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Pasal 1 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat definisi Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
Sedangkan yang dimaksud dengan Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.

Azas dan Tujuan
Tujuan yang terkandung di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, adalah sebagai berikut
  1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
  2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat, sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil.
  3. Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.
  4. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

Kegiatan yang Dilarang
Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2.
Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
Menurut pasal 33 ayat 2 ” Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya.
Perjanjian yang Dilarang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
  1. Oligopoli: keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
  2. Penetapan harga: dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain:
Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama
a)      Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama
b)      Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar
c)      Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah dijanjikan.
d)     Pembagian wilayah: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
  1. Pemboikotan: Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
  2. Kartel: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa
  3. Trust: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.
  4. Oligopsoni: Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
  5. Integrasi vertical: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
  6. Perjanjian tertutup: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu
  7. Perjanjian dengan pihak luar negeri: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Hal-Hal yang Dikecualikan dalam UU Anti Monopoli
Di dalam Undang-Undang Anti Monopoli Nomor 5 Tahun 1999,terdapat hal-hal yang dikecualikan,yaitu
Pasal 50
  1. perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  2. perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba;
  3. perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan;
  4. perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan;
  5. perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas;
  6. perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia;
  7. perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri;
  8. pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil;
  9. kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.
Pasal 51
Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut
  • Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
  • Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
  • Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat
  • Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
  • Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
  • Efisiensi alokasi sumber daya alam
  • Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
  • Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya
  • Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
  • Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
  • Menciptakan inovasi dalam perusahaan
Sanksi
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif,
UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok.Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Pasal 48
    1. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
    2. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
    3. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa
    1. pencabutan izin usaha; atau
    2. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
    3. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.